Apakah perpisahan selalu terasa menyakitkan? Apakah
perpisahan selalu menjadi tanda berakhirnya sebuah hubungan? Dan apakah
perpisahan selalu menjadi momen yang tak ingin kita lakukan?
“Setiap ada pertemuan, pasti akan ada perpisahan.”
Seperti itu lah kata orang-orang di luar sana. Sebetulnya, apa sih perpisahan
dalam sebuah hubungan itu?
Apakah tentang sepasang manusia yang sudah memilih
untuk tidak bersama lagi? Apakah tentang raga yang sudah tak saling bertemu
lagi? Dan apakah tentang kita yang sudah tidak lagi memiliki rasa yang sama?
Perpisahan
sering kali dikaitkan dengan hubungan yang sudah berakhir dan saling meninggalkan
satu sama lain.
Berbicara tentang sepasang yang sudah tidak lagi
menjadi pasangan, kita semestinya tahu tentang bagaimana rasanya sakit akan
berakhirnya sebuah cerita yang penuh kenangan.
Semua berakhir disini; di tempat kita menuliskan apa
yang telah kita lalui. Meskipun salah satu dari kita tak ingin mengalah, tetap
saja semesta memaksa kita untuk pisah.
Hari-hari yang dilalui bersama tak pernah lagi akan
bisa diulang. Rasa tangan yang pernah digenggam seakan menghilang. Dan semua
kenangan tentang dia menyebabkan hati meradang.
Segala permasalahan yang tidak seharusnya
dipermasalahkan memaksa kita untuk berujung pada keadaan yang mengkhawatirkan.
Coba lihat, jika kita punya banyak alasan untuk menyudahi, seharusnya kita juga
punya lebih banyak alasan untuk melanjutkan—jika kita masih saling menyayangi.
Singkatnya, jika masih mempunyai rasa yang sama,
kenapa harus berpisah? Bukankah masih ada jalan untuk bersama-sama melangkah?
Pendekatan dan perpisahan sebenarnya sama. Yaitu sama-sama
memikirkan segala hal tentang dia. Bedanya, jika pendekatan, kita memikirkannya
seraya tersenyum lepas. JIka perpisahan, kita memikirkannya seraya tersenyum
ikhlas.
Saat rasa yang pernah singgah tak lagi satu arah,
hati memaksa perasaan untuk segera punah. Meskipun tak mudah, kita harus
mengikhlaskan dengan pasrah.
Kosong. Semua kenangan tentang dia. Kebersamaan,
kemesraan, kehangatan sekejap menghilang pergi. Kepergian itu menyisakan
tumpukkan puing hati yang telah hancur berantakan.
Entah siap atau tidak, kita harus dipaksa untuk
siap. Tak ada lagi yang bisa menahan kepergian dia. Dia meminta untuk dilepas,
kita harus bisa menerima dengan ikhlas.
Sebaliknya, jika dirasa hubungan yang kita jalani
itu sudah terasa aneh, sudah mulai tidak jelas, dan sudah yakin untuk diakhiri,
maka akhiri saja.
Untuk apa tetap menjalani hubungan yang sudah tidak
jelas?
Tidak semua perpisahan disertai dengan kesedihan.
Ada kalanya kita dan dia bisa menerima karena suatu alasan yang mengharuskan
untuk berpisah. Perpisahan bukan untuk dijadikan momen bersedih. Namun harus
dijadikan momen untuk diingat, bahwa kita pernah mempunyai cerita yang hebat.
Perpisahan menjadi suatu hal wajib yang memang harus
dilalui. Tanpanya, kita tidak akan tahu bagaimana rasanya terjatuh. Tanpanya,
kita tidak akan pernah tahu bagaimana caranya bangkit. Dan tanpanya kita tidak
akan pernah tahu bagaimana caranya untuk membuka kembali pintu ruangan yang
pernah hancur.
Berpisahlah dengan dewasa, yang sama-sama saling
ikhlas. Bukan dengan kekanakan, yang terlalu sedih tidak jelas.