Konflik Hati

 



Hari bergerak begitu cepat meninggalkan beberapa keraguan yang tak semestinya diragukan. Setiap jam, menit, dan detik telah dilewati dengan berbagai macam perasaan yang tak pernah menentu.

Di sela waktu senggangnya, Edgar mendaftarkan diri ke komunitas peduli lingkungan yang tak pernah ia sangka. Beberapa bulan yang lalu, komunitas peduli lingkungan itu menjadi sukarelawan di acara gerakan menghijaukan kembali hutan yang telah gundul, di Sulawesi Selatan. Entah kenapa ia bisa bertindak sejauh itu dan bisa menjadi seperti itu. Terpaksa, ia harus meninggalkan kehidupan ngamennya untuk beberapa bulan. Dan dengan terpaksa juga, ia membentangkan jarak antara dirinya dan kekasihnya; Salsa.

Acara itu cukup berjalan sukses. Hanya mensosialisasikan dan bergerak menanam pohon-pohon yang bisa tumbuh dengan rindang. Dua bulan disana, menjadikan hatinya sangat rindu akan peluk hangat kekasihnya itu.

Dua hari yang lalu, Edgar sudah kembali ke Bekasi dan hari ini ia akan kembali bernyanyi juga di sebuah kedai kopi di daerah Karawang. Pemuda itu sudah sangat niat untuk bertemu kembali dengan Salsa. Namun semesta tidak mengizinkan, Salsa mengatakan kalau ia masih ada tugas di kampusnya sampai malam hari. Dan dengan terpaksa lagi, ia harus tetap menahan rasa sabar dan rasa rindunya.

Suasana kedai kopi malam ini cukup ramai. Dan pastinya masih saja banyak pasangan-pasangan yang menhabiskan malamnya disini.

Dua bulan menghilang, Edgar dan timnya masih tetap dikenal dan ditunggu oleh orang-orang yang tahu dirinya. Selama dua bulan terakhir juga, timnya Edgar beristirahat untuk sementara karena sang vokalis sedang ada kegiatan lain.

“Wah, dua bulan pergi, masih tetap hebat aja, nih,” ucap salah satu pelayan kedai kopi tersebut setelah acara live music telah usai.

“Ahh, Cuma dua bulan doang, belum dua tahun, haha,” jawab Edgar. “Eh, biasa, ya. Matcha ngga berubah harganya, kan?”

“Malam ini kalian ngga usah bayar, ngga apa-apa. Ini perfom pertama kalian setelah dua bulan istirahat, kan?”

“Wah, serius nih?” tanya temannya Edgar.

 “Serius. Selama dua bulan terakhir banyak yang nanyain kalian. Kapan manggung, kapan perfom dan lain lain lah ke instagram kedai kopi ini,” jelas pelayan tersebut.

“Haha, anjir. Udah kayak band terkenal aja,” celetuk temannya Edgar.

“Makanyaa itu, kalian tuh keren!”

“Jangan gitu, ah. Tadi aja ada beberapa yang salah karena kaku, haha,” ucap Edgar tertawa malu.

Meski ada rasa senang di hatinya, ada juga rasa sedih di hatinya karena tidak bisa bertemu dengan kekasihnya saat ini. Namun apa daya, hal itu tidak bisa dipaksakan.

Setelah selesai beres-beres, Edgar langsung berpamitan kepada teman-temannya untuk pulang duluan. Dalam perjalanan ke parkiran motor, ia tidak sengaja menabrak perempuan yang berjalan ke arah yang berlawanan.

“Maaf, mbak!” ucap Edgar.

“Ngga apa-apa,” jawab perempuan itu lalu memberikan secarik kertas. “Besok datang sendiri dan silahkan bernyanyi. Tempat dan waktu tertera di kertas ini,” ucap perempuan itu lalu pergi.

“Maksudnya?” tanya Edgar kebingungan setelah menerima kertas dan mendengarkan ucapan perempuan tadi. Sementara perempuan itu terus berjalan tanpa menghiraukan Edgar sama sekali.

***

Sebuah sepeda motor matic berhenti tepat di parkiran yang kosong. Dua orang yang menaiki sepeda motor itu turun lalu melepas helm-nya. Mereka berjalan berdampingan menuju meja kafe yang masih belum ditempati orang.

“Bagaimana harimu?” tanya laki-laki berambut panjang, tetapi tidak gondrong.

“Ah, biasa saja. Hanya dikejar deadline tugas saja,” jawab perempuan di depannya.

Seorang pelayan kafe datang dan menyerahkan buku menu makanan dan minuman kafe tersebut lalu meninggalkannya. Tak lupa meninggalkan pesan langsung ke kasir jika sudah menulis makanan dan minuman apa yang ingin dipesan.

“Seperti yang aku tawarkan kemarin. Kau mau tidak jalan-jalan ke Puncak denganku?” tanya laki-laki itu.

“Mending kita pesan makanan dan minuman saja dulu, baru membahasnya.”

Laki-laki itu mengangguk. Ia segera menulis pesanan miliknya dan milik perempuan di depannya itu. Setelah selesai, ia segera ke meja kasir untuk memberikan pesanannya.

“Jadi, gimana, Sa?” tanya laki-laki itu setelah kembali dari meja kasir.

“Kenapa aku tidak mau?”

“Jadi, kamu mau?”

“Jelas aku mau, Van.”

Mereka berdua kembali dalam lamunan menikmati suasana kafe pada malam hari ditemani suara alat music yang sedang melakukan check sound sebelum tampil.

“Omong-omong, gimana kabarnya hubunganmu dengan anak band itu, Sa?” tanya Laki-laki yang bernama Revan itu.

Salsa terdiam sebentar. “Bisa tidak kita tidak usah bahas dia, Van?”

“Ah, maaf. Aku hanya memastikan saja hatimu masih milik siapa.”

“Oke, Selamat malam semua!” teriak sopan seseorang yang siap untuk memulai acara live music-nya. “Jadi di lagu pertama ini ada teman aku nih yang mau nyanyi!”

“Langsung saja, ya. Kita mulai dengan sebuah lagu yang mungkin kalian tidak tahu, ya? Judulnya, And I Need You yang diciptakan oleh Fiersa Besari.”

Tanpa menunggu lama, langsung saja terdengar intro dari lagu tersebut sedang dimainkan. Perhatian pengunjung kafe mulai teralihkan kepada band yang sedang tampil tersebut.

“The silhouette that almost burn, all pictures in my head are gone, but one still remains and I see it clear.”

Salsa terkejut mendengar itu. Ia menghentikan aktifitas scroll beranda instagramnya dan mulai teringat sesuatu. Sebuah lagu yang pernah ia dengar, hampir satu tahun yang lalu. Dan dinyanyikan oleh orang yang ia sukai kala itu.

Namun Salsa masih sedikit tidak peduli. Ia melanjutkan lagi aktifitasnya yang sempat terhenti. Sampai akhirnya, lagu tersebut tiba di bagian akhir.

“And I need you… like the earth need the sun, like the flowers need rain, like a song need a poem, like the child need a blanket.”

Salsa semakin penasaran dengan siapa yang menyanyi itu. Ingatan dan feeling-nya semakin kuat. Dengan perlahan, ia mengarahkan kepalanya ke arah belakang; menuju tempat band itu tampil.

“E-Edgar…?” ucap Salsa terbata dengan pelan.

***

Edgar menapakkan kakinya setelah ia selesai membuka jaket dan helmnya. Ia masih bingung sendiri kenapa bisa menuruti perkataan perempuan yang kemarin tidak sengaja ia temui.  Dengan langkah yang sedikit ragu, ia berjalan ke arah stage live music yang tengah dipersiapkan alat-alatnya.

“Eh, Edgar? Sudah sampai?” tanya seseorang dari anggota band itu.

“Ah, iya, hehe,” jawab Edgar sedikit canggung.

“Sesuai permintaan, nanti kau ya yang nyanyi pertama.”

Lagi-lagi Edgar kembali dibuat bingung. Kenapa orang itu bisa tahu bahwa Edgar disuruh untuk bernyanyi di kafe itu.

“O-oke,” jawab Edgar yang masih sedikit canggung.

Tak mungkin Edgar diam saja. Ia ikut membantu proses check sound band itu. Setelah dirasa sudah pas, mereka semua kembali bersiap untuk menghibur pengunjung kafe pada malam hari ini.

“Oke, Selamat malam semua!” teriak sopan seseorang yang siap untuk memulai acara live music-nya. “Jadi di lagu pertama ini ada teman aku nih yang mau nyanyi!” ucap vokalis di band itu.

Diantara puluhan pengunjung, Edgar melihat sesuatu yang tak asing. Tepat di depan panggung, sekitar 8 meter, terdapat seorang perempuan dan laki-laki yang tengah bersantai. Edgar merasa tidak asing dengan perempuan itu—meskipun hanya melihat punggungnya saja.

“Langsung saja, ya. Kita mulai dengan sebuah lagu yang mungkin kalian tidak tahu, ya? Judulnya, And I Need You yang diciptakan oleh Fiersa Besari.”

Gitar yang Edgar pegang mulai dimainkan. Perhatian pengunjung mulai beralih menuju band yang sedang tampil; Edgar yang sedang bernyanyi. Tetapi di sela itu, perempuan yang Edgar rasa tak asing itu sama sekali tidak berbalik arah dan menatap panggung.

“And I need you… like the earth need the sun, like the flowers need rain, like a song need a poem, like the child need a blanket.”

Sampailah lagu tersebut pada bagian akhirnya. Tepat setelah outro gitar selesai dimainkan, perempuan itu membalikkan kepalanya; melihat ke arah panggung dengan tatapan bingung, lalu langsung terkejut. Begitu pun dengan Edgar. Ia terkejut sesaat, lalu mencoba untuk tersenyum kembali. Orang yang Edgar duga ternyata benar. Perempuan itu adalah kekasihnya yang sedang bersama mantannya.

“Terima kasih,” ucap Edgar lalu berdiri untuk mengembalikan gitar dan berjalan pergi. Edgar tidak menghiraukan anggota band itu yang terus memanggilnya. Yang ingin ia lakukan hanya satu, kembali pulang dan melupakan semuanya.

Setelah memakai jaket dan mengeluarkan motornya dari area parkir, ia dihampiri Salsa yang telah mengejarnya dari tadi.

“Gar, kamu kok ada disini? Nggak ngabarin aku?” tanya Salsa.

“Permisi, aku mau pulang,” ucap Edgar.

“Gar, aku bisa jelasin!”

“Nggak ada yang perlu dijelasin.”

“Gar!” teriak Salsa. Namun Edgar sudah menjalankan motornya meninggalkan Salsa yang panik akan hal yang tak terduga itu.

Edgar memacukan sepeda motornya diatas kecepatan 70km/jam menembus sepinya jalan menuju ke Cikarang. Pemuda itu tidak peduli lagi segala hal tentang Salsa. Ia merasa sangat hancur melihat hal yang tak pernah ia duga itu.

“Hampir satu tahun yang lalu kau mempercayakan hatimu padaku untuk aku jaga. Tetapi kenapa pada akhirnya kau yang membuatku kecewa?”

***


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama